PPNI Gelar Aksi Pengabdian Masyarakat di CFD: Pemeriksaan Kesehatan Gratis Peringati Hari Kesehatan Nasional

Gambar
  DPD PPNI mengadakan kegiatan Pengabdian Masyarakat dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Nasional. Acara ini berlangsung pada hari Minggu, 17 November 2024, di area Car Free Day (CFD) Stadion Panunjung Tarung. Berbagai layanan kesehatan diberikan kepada masyarakat, termasuk pemeriksaan tekanan darah, gula darah, konseling kesehatan, dan penyuluhan kesehatan masyarakat.

Sejarah Singkat Kota Kuala Kapuas dan Kabupaten Kapuas



Berikut ini adalah transkrip video diatas:


Kabupaten Kapuas dengan ibukotanya Kuala Kapuas adalah satu satu kabupaten otonom eks daerah Dayak Besar dan Swapraja Kotawaringin yang termasuk dalam wilayah Karesidenan Kalimantan Selatan. Suku Dayak Ngaju merupakan penduduk asli Kabupaten Kapuas. Suku ini terdiri dari dua sup suku: Suku Oloh Kapuas – Kahayan dan Oloh Otdanum.

Menurut penuturan Pusaka “Tetek Tatum” nenek moyang suku Dayak Ngaju pada mulanya bermukim disekitar pegunungan Schwazener di sentra Kalimantan (Alang 1981). Barulah pada perkembangan berikutnya suku Dayak Ngaju bermukim menyebar di sepanjang tepi Sungai Kapuas dan Sungai Kahayan.
Pada abad ke-16 dalam naskah Negarakertagama yang ditulis oleh pujangga Empu Prapanca dari Majapahit pada tahun 1365 M, menyebutkan adanya pemukiman. Kemudian dalam naskah hikayat Banjar, berita Tionghoa pada masa Dinasti Ming (1368-1644) dan piagam-piagam perjanjian antara Sultan Banjarmasin dengan pemerintah Belanda pada babat ke-19 memuat berita adanya pemukiman sepanjang Sungai Kapuas dan Sungai Kahayan yang disebut pemukiman Lewu Juking.

Lewu Juking merupakan sebuah pemukiman berumah panjang yang terletak di muara Sungai Kapuas Murung (bagian barat delta Pulau Petak yang bermuara ke Laut Jawa) sekitar 10 km dari arah pesisir laut Jawa yang dipimpin oleh kepala suku bernama Raden Labih. Penduduk Lewu Juking dan penduduk sekitarnya sering diserang oleh rombongan bajak laut. Walaupun beberapa kali rombongan bajak laut dapat dipukul mundur oleh penduduk Lewu Juking dan sekitarnya, tetapi penduduk merasa kurang aman tinggal di daerah tersebut, sehingga pada tahun 1800 banyak penduduk pindah tempat tinggal mencari tempat yang jauh lebih aman dari gangguan bajak laut.

Akibat perpindahan penduduk Lewu Juking dan sekitarnya, maka sepanjang arah Sungai Kapuas dan Sungai Kapuas Murung bermunculan pemukiman-pemukiman baru, seperti di tepi Sungai Kapuas Murung muncul pemukiman Palingkau yang dipimpin oleh Dambung Tuan, pemukiman Sungai Handiwung dipimpin oleh Dambung Dayu, pemukiman Sungai Apui (seberang Palingkau) dipimpin oleh Raden Labih yang kemudian digantikan oleh putranya Tamanggung Ambu. Sedangkan ditepi Sungai Kapuas terdapat pemukiman baru, seperti Sungai Basarang dipimpin oleh Panglima Tengko, Sungai Bapalas oleh Panglima Uyek dan Sungai Kanamit dipimpin oleh Petinggi sutil.

Penyebaran penduduk disepanjang tepian sungai tersebut tidak dapat diperkirakan ruang dan waktunya secara tepat. Kawasan ini pada bagian hilirnya masih merupakan rawa pasang surut yang tidak mungkin menghasilkan rempah-rempah sebagai komoditi perdagangan. Kawasan Kapuas-Kahayan bersama penduduknya masih terisolasi sekian lama dari hubungan dengan dunia luar.

Bulan Pebruari 1860, dalam rangka mengawasi lalu lintas perairan di kawasan Kapuas, pihak Belanda membangun sebuah Fort (benteng) di Ujung Murung dekat muara Sungai Kapuas, sekitar rumah jabatan Bupati Kapuas sekarang. Bersama dengan adanya benteng di tempat tersebut, lahirlah nama “Kuala Kapuas” yang diambil dari sebutan penduduk setempat, yang sedianya menyebutkan dalam Bahasa Dayak Ngaju “Tumbang Kapuas”. Seiring dengan itu ditempatkanlah seorang pejabat Belanda sebagai Gezaghebber (pemangku kuasa) yang dirangkap oleh komandan benteng yang bersangkutan, sehingga kawasan Kapuas-Kahayan tidak lagi berada dibawah pengawasan pemangku kuasa yang berkedudukan di Marabahan. Disamping itu ditunjuklah pejabat Temanggung Nicodemus Ambu sebagai kepala distrik (districtshoofd).
Sementara itu perkampungan diseberang, yakni di Kampung Hampatung yang menjadi tempat kediaman kepala distrik yang pada saat itu bertempat disekitar Sei Pasah. Sejak terbentuknya Terusan Anjir Serapat Tahun 1861, berangsur-angsur berubah dari pemukiman rumah adat betang menjadi perkampungan perumahan biasa. Selanjutnya bertambah lagi Stasi Zending di Barimba pada Tahun 1968, disusul munculnya perkampungan orang Cina diantara Kampung Hampatung dan Barimba, serta terbentuknya perkampungan dengan nama Kampung Mambulau disekitar Kampung Hampatung.

Dari berbagai peristiwa dan keterangan tersebut, akhirnya dijadikan sebagai acuan untuk Hari Jadi Kota Kuala Kapuas, yaitu dari bermulanya Betang Sei Pasah yang didirikan sebagai satu-satunya pemukiman adat yang tertua dilingkungan batas Kota Kuala Kapuas (yang masih utuh sewaktu permulaan pembangunan kota ketika Temanggung Nicodemus Jayanegara). Penyempurnaan buku sejarah Kabupaten Kapuas pada tanggal 1-2 Desember 1981 di Kuala Kapuas, menetapkan Hari Jadi Kota Kuala Kapuas pada tanggal 21 Maret 1806 berdasarkan atas berdirinya Betang Sei Pasah pada tahun 1806.

Terbentuknya Pemerintah Kabupaten Kapuas, sejak Proklamasi Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 saat kedatangan pasukan Australia yang bertugas melucuti senjata Jepang dibawah pimpinan Kolonel Robson yang ikut membonceng rombongan orang Belanda dari organisasi bersenjata NICA dibawah pimpinan Mayor Van Assendep. Sebelum pasukan Australia meninggalkan Banjarmasin pada tanggal 24 Oktober 1945 pihak NICA telah menyusun administrasi pemerintahan untuk wilayah Borneo Selatan dibawah pimpinan Residen Abley sampai awal Desember 1945. Pihak Belanda belum menjamah daerah Kapuas sekalipun instruksi mereka telah disampaikan kepada para pejabat Indonesia yaitu para mantan Guncho (Kepala Distrik) di Kuala Kapuas dan Kuala Kurun untuk melakukan tugas pemerintahan sebagaimana biasa dan untuk pertama kalinya pihak pejabat setempat (Hoofd Van Plaatselijk Bestuur) pada masa sebelumnya dijabat oleh seorang Belanda Gezaghebber ataupun kontrolir ditempat yang bersangkutan.

Pada tanggal 17 Desember 1945 pihak Belanda / NICA datang langsung ke Kuala Kapuas dengan melewati perlawanan rakyat oleh Haji Alwi disekitar kilometer 9,8 Anjir Serapat. Pada tahun 1964 dengan mantapnya kekuasaan Belanda di Kalimantan, daerah Kapuas sedikit dimekarkan dengan membentuk onderdistrick baru yaitu onderdistrik Kapuas Hilir beribukota Kuala Kapuas, onderdistrik Kapuas Barat beribukota Mandomai, onderdistrik Kapuas Tengah beribukota Pujon, onderdistrik Kahayan Tengah beribukota Pulang Pisau, dan onderdistrik Kahayan Hulu beribukota Tewah.

Pada akhir tahun 1946 (tanggal 27 Desember 1946) di Banjarmasin terbentuk Dewan Daerah Dayak Besar, yaitu suatu Badan Pemerintah Daerah yang meliputi Apdeling Kapuas Barito (tidak termasuk Lanshap Kotawaringin) atas dasar Zelfbestuurs Regeling / Reheling (peraturan swapraja) tahun 1938 sebagai ketua adalah Groeneveld (eka asisten residen), wakil ketua Raden Cyrillus Kersanegara dan sekretaris Mahar Mahir. Hasil pemilihan anggota Dewan Dayak Besar, terpilih sebagai ketua Haji Alwi, wakil ketua Helmuth Kunom, sekretaris Roosenshoen, anggota badan pengurus harian adalah Markasi dari Sampit, Barthleman Kiutn dari Barito, Adenan Matarip dan Ed. Tundang dari Kapuas.

Pada tanggal 14 April 1950 atas dasar tuntutan rakyat dengan didasari keyakinan sendiri untuk memenuhi aspirasi rakyat, pihak Dewan Daerah Dayak Besar menentukan sikap peleburan diri secara resmi ke dalam Negara Republik Indonesia dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: C.17/15/3 Tanggal 29 Juni 1950, menetapkan tentang Daerah-Daerah di Kalimantan yang sudah bergabung dalam Republik Indonesia dengan administrasi pemerintahnya terdiri dari 6 daerah Kabupaten yaitu Banjarmasin, Hulu Sungai, Kota Baru, Barito, Kapuas dan Kotawaringin, serta 3 daerah swapraja yaitu Kutai, Berau dan Bulongan.
Pada akhir tahun 1950 kepala kantor persiapan Kabupaten Kapuas Wedana F. Dehen memasuki usia pensiun dan diserahkan kepada Markasi (mantan anggota Dewan Daerah Dayak Besar). Kemudian pada bulan Januari 1951, Markasi diganti oleh Patih Barnstein Baboe.

Pada hari Rabu tanggal 21 Maret 1951, di Kuala Kapuas dilakukan peresmian Kabupaten Kapuas oleh Menteri Dalam Negeri dan sekaligus melantik para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara. Pada saat itu Bupati belum terpilih dan sementara diserahkan kepada Patih Barnstein Baboe selaku kepala eksekutif.

Pada awal Mei 1951 Raden Badrussapari diangkat selaku Bupati Kepala Daerah Kabupaten Kapuas yang pertama. Pelantikannya dilaksanakan pada tanggal 9 Mei 1951 oleh Gubernur Murdjani atas nama Menteri Dalam Negeri.

Oleh masyarakat Kabupaten Kapuas setiap tanggal 21 Maret dinyatakan menjadi Hari Jadi Kabupaten Kapuas dan bertepatan dengan peresmian Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas.

Pada tahun 2002 Kabupaten Kapuas telah dimekarkan menjadi 3 (tiga) kabupaten yaitu Kabupaten Kapuas sebagai kabupaten induk dengan ibukota Kuala Kapuas, terdiri dari 12 kecamatan; Kabupaten Pulang Pisau dengan ibukota Pulang Pisau, terdiri dari 6 kecamatan, dan Kabupaten Gunung Mas dengan ibukota Kuala Kurun terdiri dari 6 kecamatan.

Bupati Kapuas Dari Periode Ke Periode
1.       G. Obos – Periode 1955-1958
2.       Y. C. Rangkap – Periode 1958-1960
3.       Ben Brahim – Periode 1958-1960
4.       Piter K. Sawong – Periode 1960-1962
5.       E. Mahar – Periode 1962-1964
6.       L. B. Binti – Periode 1964-1966
7.       Untung Surapati – Periode 1966-1975
8.       B.A. Tidja – Periode 1975-1976
9.       H. Moch. Adenan – Periode 1976-1988
10.   H. Endang Kosasih – Periode 1988-1993
11.   H. Odji Durachman – Periode 1993-1998
12.   Ir. H. Burhanudin Ali – Periode 1998-2008
13.   Ir. H. M. Mawardi, MM – Periode 2008-2013
14.   Ir. Ben Brahim S. Bahat – Periode 2013-2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Dayak Ngaju - Indonesia

Pengantar singkat Bahasa Dayak Ngaju (4)

Laki-laki adalah "qawwam" bagi perempuan